Abstract:
Penerapan penjadwalan kembali menimbulkan pertanyaan mengenai biaya yang dikenakan dan apakah biaya tersebut sesuai dengan syariah. Prinsip keuangan syariah menekankan keadilan dan transparansi dalam setiap transaksi, sebagian ulama berpendapat bahwa ketika utang dijadwalkan kembali (reschedule) dan terjadi penambahan biaya, maka hal ini dapat dianggap sebagai riba. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan Fatwa DSN-MUI Nomor 134/DSN-MUI/II/2020 di Unit Usaha Syariah PT Bank DKI, dan Untuk mengetahui praktik pengenaan biaya riil sebagai akibat penjadwalan kembali tagihan dengan akad IMBT di Unit Usaha Syariah PT Bank DKI.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berupa studi kasus dengan pendekatan empiris, data primer diperoleh melalui pengumpulan informasi yang melibatkan observasi dan wawancara dengan narasumber dari Unit Usaha Syariah PT Bank DKI, dan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, skripsi, jurnal, buku, dan internet.
Setelah melakukan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: Pertama, Proses pemberian keringanan pembiayaan dalam bentuk penjadwalan kembali (rescheduling) diawali dengan pengajuan restrukturisasi oleh nasabah kepada pihak bank. Selanjutnya, bank akan mengevaluasi data nasabah, termasuk menganalisis kualitas kelancaran pembiayaannya. Apabila nasabah dinilai memenuhi kriteria kelayakan, maka bank dan nasabah akan melakukan akad ulang dalam rangka perjanjian restrukturisasi. Kedua, Penerapan pembebanan biaya riil kepada nasabah sebagai akibat dari penjadwalan kembali pembiayaan pada Unit Usaha Syariah PT Bank DKI telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 134/DSN-MUI/II/2020 tentang Biaya Riil sebagai Akibat Penjadwalan Kembali Tagihan.