Abstract:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh bertujuan untuk mengkaji makna konsep
istidraj dalam Al-Qur’an menggunakan pendekatan semantik Toshihiko Izutsu dan
semantik Zamakhsyari. Istidraj merupakan fenomena teologis ketika seseorang diberikan
kenikmatan duniawi secara terus-menerus oleh Allah SWT padahal ia dalam keadaan
maksiat, yang sejatinya adalah bentuk jebakan spiritual menuju azab.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan library
research. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer berupa
buku Relasi tuhan dan manusia, karya Toshihiko Izutsu terjemahan, Buku God, Man, and
Natute karya Ahmad Sahidah, Kitab Lisanul ‘Arab, dan kitab primer lainnya, serta data
sekunder lainnya.
Hasil penelitianmenunjukkan bahwa Secara etimologis, kata istidrāj berasal dari
akar kata daraja (ج ر د (yang memiliki makna dasar “naik bertahap”, “berpindah”, atau
“melangkah selangkah demi selangkah”, dan dalam Al-Qur’an ditemukan sebanyak dua
kali dalam bentuk sanastadrijuhum. Analisis sintagmatik menunjukkan keterkaitan
istidrāj dengan istilah seperti kadzabū (pendustaan yang disertai penolakan kebenaran),
kata min ḥaytsu lā ya‘lamūn (ketidaksadaran/jahālah), serta fadzarni (ancaman Allah
terhadap pendusta wahyu). Analisis paradigmatik mengungkap sinonim istidrāj dengan
konsep imlā’ (penundaan azab), makr (balasan makar Allah), kayd (rencana strategis
Ilahi), dan khid‘ah (tipu daya), sedangkan antonimnya adalah taqwa, ni‘mah, dan taubat.
Dari sisi sinkronik dan diakronik, istilah istidrāj mengalami pergeseran makna dari
sekadar konsep linguistik Arab pra-Qur’anik menjadi konsep teologis khas Qur’an, dan
pada periode pasca-Qur’anik dimatangkan melalui tafsir serta hadis. Secara
weltanschauung, istidrāj mencerminkan pandangan dunia Qur’ani bahwa kelapangan
rezeki, keberhasilan, dan kenikmatan duniawi bukan selalu tanda keberkahan, melainkan
dapat berfungsi sebagai ujian sekaligus mekanisme penyesatan bertahap menuju azab.
Menurut semantik Zamakhsyari, kata istidrāj memiliki makna pemberian atau kenikmatan
dunia yang diberikan Allah secara bertahap kepada orang fasik atau pendosa, yang
sesungguhnya merupakan tipu daya ilahiah untuk menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan. Kata ini menekankan aspek perlahan-lahan (step by step), di mana pelaku
tidak menyadari bahwa kelapangan hidup yang dinikmatinya justru membawa pada
hukuman akhir.