Abstract:
Penyalinan mushaf Al-Qur’an di Nusantara merupakan tradisi yang tidak
hanya bernilai religius, tetapi juga kultural. Salah satu daerah yang dikenal
memiliki warisan mushaf kuno adalah Banten, yang sejak masa Kesultanan
telah menjadi pusat dakwah dan penyalinan mushaf. Dua mushaf dari koleksi
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), yaitu Mushaf A.52 dan
A.53, menunjukkan adanya kekhasan dalam sistem ḍabṭ tajwid atau tandatanda baca tajwid. Meskipun berasal dari periode dan wilayah yang sama,
keduanya memperlihatkan perbedaan dalam penggunaan, bentuk, letak, dan
warna tanda tajwid yang diterapkan, yang mencerminkan keberagaman lokal
dalam memahami dan mengajarkan bacaan Al-Qur’an.
Penelitian ini dirancang untuk menjawab dua pertanyaan utama
bagaimana karakteristik ḍabṭ tajwid pada Mushaf Kuno Banten A.52 dan
A.53? apa saja persamaan dan perbedaan antara Mushaf Kuno Banten A.52
dan A.53?. Fokus kajian diarahkan pada hukum bacaan nun sukun dan
tanwin, mim sukun, mad (ṭabi‘i dan far‘i), ghunnah, serta idghām ṣaghīr.
Kajian ini dilakukan guna menelusuri lebih jauh kontribusi budaya lokal
terhadap sistem pembacaan Al-Qur’an yang berkembang di Nusantara, dan
untuk memperkaya studi ilmu-ilmu Al-Qur’an khususnya dalam aspek ḍabṭ.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatifdeskriptif dengan pendekatan ‘ilm aḍ-ḍabṭ dan ilmu tajwid. Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, observasi langsung
terhadap manuskrip di PNRI, serta dokumentasi visual dan tekstual. Sumber
data primer berupa Mushaf A.52 dan A.53, sementara data sekunder
diperoleh dari literatur akademik yang relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mushaf A.52 cenderung lebih
konsisten dalam penggunaan warna merah untuk tanda-tanda tajwid, dengan
bentuk yang lebih tegas dan seragam. Sebaliknya, Mushaf A.53
memperlihatkan keragaman warna dan bentuk yang lebih fleksibel, serta
menampilkan penambahan simbol-simbol tertentu yang tidak ditemukan pada Mushaf A.52. Kedua mushaf sama-sama menggunakan tanda-tanda bacaan
tajwid seperti mad, ghunnah, dan idghām, namun berbeda dalam hal
penempatan dan teknik penulisan. Temuan ini menegaskan bahwa meskipun
mushaf-mushaf tersebut disalin dalam ruang lingkup geografis dan budaya
yang sama, masing-masing memiliki karakteristik unik yang mencerminkan
dinamika lokal serta pemahaman masyarakat setempat terhadap bacaan AlQur’an