Abstract:
Dalam masyarakat modern yang menjunjung tinggi kebebasan
berekspresi, praktik kritik terhadap pemimpin sering kali mengalami
penyimpangan dari norma-norma etika dan adab Islam. Kritik yang semestinya
menjadi sarana perbaikan, justru tidak jarang berubah menjadi ujaran
kebencian yang destruktif. Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji ulang
konsep etika mengkritik pemimpin dalam perspektif tafsir klasik. Salah satu
tokoh yang memiliki kontribusi besar dalam bidang ini adalah Fakhr al-Dīn alRāzī melalui karya tafsirnya Mafātīḥ al-Gayb, yang tidak hanya menawarkan
pendekatan teologis dan tekstual, tetapi juga rasional dan etis.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua rumusan masalah utama:
bagaimana penafsiran Fakhr al-Dīn al-Rāzī terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang
berkaitan dengan etika mengkritik pemimpin, dan bagaimana relevansi
penafsirannya dalam konteks sosial-politik kontemporer. Penelitian ini juga
membedakan diri dari kajian sebelumnya yang banyak menekankan aspek
komunikasi atau budaya lokal, dengan memberikan fokus pada kerangka tafsir
klasik yang dikontekstualisasikan dengan teori etika profetik, yaitu etika yang
mengambil inspirasi dari misi kenabian (prophetic ethics) untuk menghadirkan
nilai-nilai Al-Qur’an ke dalam kehidupan nyata, terutama dalam konteks
sosial. Jadi tidak berhenti pada moral pribadi saja, tapi juga menyentuh dimensi
sosial, politik, dan kemanusiaan.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan library
research (penelitian kepustakaan), serta menggunakan metode tafsir tematik
(mawḍū‘ī) sebagaimana dikembangkan oleh al-Farmawī. Sumber data primer
adalah tafsir Mafātīḥ al-Gayb, sedangkan data sekunder berupa buku, jurnal,
artikel, dan literatur pendukung lainnya. Analisis dilakukan secara deskriptifanalitis terhadap penafsiran al-Rāzī atas empat ayat utama yang menjadi fokus
penelitian, yaitu QS. Ṭāhā [20]: 44, QS. Yūsuf [12]: 55, QS. Shad [38]: 21-26,
dan QS. al-Naml [27]: 41, yang kemudian dikontekstualisasikan dengan
realitas kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa al-Rāzī menekankan pentingnya
menyampaikan kritik kepada pemimpin dengan hikmah, kelembutan, dan niat
yang lurus. Kritik dalam pandangannya adalah bagian dari amar ma‘rūf nahi
munkar yang dibingkai oleh adab, ilmu, dan tanggung jawab moral. Dengan
merelevansikannya melalui teori etika profetik Kuntowijoyo yang berporos
pada humanisasi, liberasi, dan transendensi konsep kritik dalam tafsir ar-Rāzī
dapat menjadi landasan dalam membentuk budaya kritik yang konstruktif,
beradab, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam di era modern.