Abstract:
Latar belakang penelitian ini berangkat dari maraknya praktik overclaim
dalam promosi produk skincare di TikTok, yaitu klaim berlebihan yang tidak
sesuai fakta dan berpotensi menyesatkan konsumen. Praktik ini termasuk
penyimpangan etika bisnis Islam karena mengabaikan nilai kejujuran,
keadilan, dan tanggung jawab dalam muamalah. Kajian yang secara spesifik
menghubungkan overclaim dengan etika bisnis Islam dalam Al-Qur’an masih
terbatas, khususnya melalui perspektif Tafsīr al-Munīr dan pendekatan
interdisipliner. Penelitian ini mengintegrasikan Tafsīr al-Munīr, yang dikenal
sistematis dan responsif terhadap isu sosial, dengan teori Persuasion
Marketing Robert B. Cialdini untuk mengkritisi strategi promosi secara etis.
Penelitian sebelumnya membahas etika bisnis dalam Al-Qur’an dan
overclaim secara terpisah. Penelitian ini berbeda dengan karya Kasis
Darmawan (2019) dan Yuni Wahyuni (2022) yang fokus pada etika bisnis
umum dan tafsīr klasik. Selain itu, penelitian Nadhimatu Authoriyah Istna
Alfain (2023) dan Adinda Ayu Puspita Kuncoro (2024) menggunakan
pendekatan hukum, sedangkan penelitian ini menggabungkan tafsir Al-Qur'an
dengan teori pemasaran digital. Penelitian ini hadir untuk mengisi kekosongan
tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan tafsir
tematik dan teori Persuasion Marketing. Data dikumpulkan melalui observasi
konten TikTok serta kajian pustaka terhadap Tafsīr al-Munīr sebagai sumber
utama, didukung oleh literatur etika bisnis Islam dan teori komunikasi
persuasif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa QS. al-Muṭaffifīn [83]:1–3, alBaqarah [2]:42, dan al-Isrā’ [17]:35 relevan dalam mengecam praktik
overclaim promosi skincare di TikTok. Penafsiran Wahbah Zuḥaylī dalam
Tafsīr al-Munīr menekankan nilai kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab
sebagai produsen. Sementara QS. al-Ḥujurāt [49]:6 memberi solusi normatif
dari sisi konsumen melalui prinsip tabayyūn (verifikasi). Analisis tematik
yang terhubung dengan teori Persuasion Marketing menunjukkan adanya
penyalahgunaan prinsip persuasi secara tidak etis. Kajian ini menegaskan pentingnya integrasi tafsir dan pendekatan modern dalam merespons
tantangan etika pemasaran digital menurut nilai-nilai Qur’ani.