Abstract:
Polarisasi dalam penafsiran ayat-ayat sifat Allah di tengah diskursus
teologi Islam kontemporer telah menimbulkan disintegrasi di kalangan
umat dan mengancam integrasi sosial-keagamaan di Indonesia. Berbagai
kelompok saling berlomba mengklaim otoritas tunggal atas kebenaran
tafsir, yang berujung pada terpinggirkannya tradisi Islam Nusantara yang
selama ini dikenal moderat, inklusif, dan kontekstual. Ironisnya, di era
digital saat ini, seharusnya justru terjadi dialog intelektual yang
memperkaya, bukan menyempitkan khazanah pemahaman Islam yang
toleran.
Penelitian ini menganalisis secara komparatif perbedaan penafsiran
empat mazhab; Syiah, Muktazilah, Asy’ariyah, dan Wahabi, terhadap ayatayat sifat Allah dalam QS. Taha [20]:5, QS. al-Fath [48]:10, dan QS. alRahman [55]:27, serta mengkaji implikasinya terhadap dinamika sosial
keagamaan umat Muslim Indonesia.
Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi
pustaka yang menganalisis sumber primer berupa tafsir dan karya teologis
masing-masing mazhab serta sumber sekunder berupa literatur akademik
terkait. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi,
sedangkan analisis data menggunakan teknik analisis isi dengan
pendekatan komparatif al-Farmawi dan pendekatan ilmu kalam untuk
mengkaji konteks historis dan epistemologis setiap tradisi penafsiran
secara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Syiah dan Muktazilah
menerapkan takwil simbolis-metaforis secara konsisten untuk menjaga
prinsip tanzih, Asy’ariyah mengintegrasikan pendekatan tekstual dan
rasional dengan prinsip bi lā kayfa, sedangkan Wahabi mempertahankan
interpretasi literal dengan penolakan tegas terhadap antropomorfisme. Keragaman hermeneutik ini sesungguhnya memperkaya khazanah
intelektual Islam dan dapat menjadi kekuatan konstruktif jika dikelola
melalui dialog inklusif dan literasi hermeneutik yang memadai. Namun
tanpa pendekatan integratif, perbedaan tersebut berisiko mengkristal
menjadi identitas sektarian yang eksklusif dan mengancam persatuan umat.