Abstract:
Taubat sering disalah pahami sebagai ritual sesaat tanpa adanya prubahan
sikap yang nyata. Umat Muslim banyak yang mengulang kesalahan tanpa
menyadari dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya kembali. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana penafsiran al-Ālūsī dan Hamka
dalam memahami ayat-ayat taubat dan bagaimana pendapat mereka terhadap
umat Islam saat ini.
Penelitian ini dilakukan menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
library research. Sumber data yang digunakan yaitu kitab Tafsir Rūḥ alMa‘ānī dan Tafsīr al-Azhar. Sumber data sekunder berupa buku, artikel, jurnaljurnal yang berkaitan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data
dengan menggunakan metode dokumentatif, kemudian dianalisis
menggunakan analisis deskriftif dengan pendekatan tematik dan perbandingan
serta dianalisis menggunakan teori al-Ghazālī.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa al-Ālūsī lebih menekankan pada
aspek teologis dan spiritual dari taubat , sementara Hamka lebih berfokus pada
aspek perubahan moral dan sosial. Keduanya menganggap taubat sebagai
proses mendalam yang penting untuk memperkuat kesadaran spiritual umat
Islam dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang mereka alami saat ini.
Penulis memilih lima ayat untuk dianalisis yaitu pada QS. Al-Baqarah [2]: 222,
QS. Al-Nisā’ [4]: 17, QS. Al-Taḥrīm [66]: 8, QS. Al-Nūr [24]: 31 dan QS. AlTaubah [9]: 102. Ayat ini dipilih karena sesuai dengan teori al-Ghazālī. alĀlūsī memahami taubat sebagain proses spiritual yang mendalam, memiliki
pengetahuan mengenai dosa dan dimensi sufistik yang menekankan pada
pembersihan jiwa. Sementara, Hamka mengartikan taubat sebagai jalan
perubahan moral yang nyata, mencerminkan perilaku yang baik, kejujuran dan
bertanggung jawab. Kedua penafsiran tersebut sepakat bahwa taubat bukan
hanya sekedar dari lisan, tetapi perubahan diri yang menyeluruh baik secara
ruhani ataupun sosial. Penafsiran ini relevan untuk menjawab spiritual umat
Muslim saat ini yang sedang mengalami krisis moral dan kehampaan ruhani.