Abstract:
Fenomena nikah siri merupakan persoalan yang krusial dan mengakar
di tengah masyarakat Indonesia. Praktik pernikahan yang dilakukan tanpa
pencatatan resmi negara ini muncul dengan berbagai latar belakang, seperti
faktor ekonomi, budaya, rendahnya pemahaman hukum, serta adanya
pemahaman sebagian masyarakat terhadap syariat Islam yang belum utuh.
Banyak yang menganggap bahwa selama rukun dan syarat nikah secara agama
terpenuhi, maka pernikahan sah secara keseluruhan. Padahal, kenyataannya
nikah siri dapat berdampak buruk, terutama bagi perempuan dan anak, dalam
hal perlindungan hukum, kejelasan status, serta keadilan sosial. Di sisi lain,
dalam perspektif syariat, pernikahan tidak hanya sebatas akad, tetapi juga
mengandung tujuan-tujuan mulia yang harus diperhatikan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
berdasarkan kajian kepustakaan (library research). Adapun sumber data primer dalam
penelitian ini yaitu ayat-ayat Al-Qur’an, kitab-kitab tafsir, dan kitab Naḥwa al-Tafsīr
al-Maqāṣidī li al-Qur’ān al-Karīm Ru’yah Ta’sīsiyyah li Manhaj Jadīd fi Tafsīr alQur’ān karya Wasfī ‘Āsyūr Abū Zayd. Sedangkan sumber sekundernya, penulis
menggunakan referensi-referensi berupa buku-buku, literatur jurnal, artikel yang
mendukung dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik
dokumentasi dalam proses mengambil data dan metode deskriptif-analitik dalam
menganalisa data. Kemudian, penulis memilih pendekatan penelitian dengan
mengaplikasikan teori tafsir maqāṣidī yang dirancang oleh Waṣfī ‘Āsyūr Abū Zayd.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikah siri dalam perspektif al-Qur’an
merupakan praktik perkawinan yang tidak sejalan dengan prinsip syariat karena
dilakukan tanpa pencatatan resmi negara, sehingga menimbulkan kerentanan hukum,
status sosial yang tidak jelas, serta merugikan perempuan dan anak. Hal ini dilandasi
oleh maqāṣid ‘ammah mengenai ayat-ayat perkawinan, yaitu menjadikan pernikahan
sebagai sarana memperoleh ketenangan jiwa (sakinah), menjaga dan melestarikan
keturunan, serta membangun hubungan yang penuh kasih sayang dan tanggung jawab.
Sedangkan maqāṣid khāṣṣah dari setiap ayat mengenai nikah siri meliputi: QS. alNisā’ [4]: 21 yang menegaskan bahwa akad nikah merupakan mītsāqan ghalīẓan
(perjanjian yang kuat) yang menuntut tanggung jawab dan tidak boleh dilakukan
secara sembunyi-sembunyi; QS. al-Rūm [30]: 21 yang menekankan tujuan pernikahan untuk mewujudkan sakinah, mawaddah, dan raḥmah yang sulit tercapai apabila
pernikahan tidak tercatat; serta QS. al-Baqarah [2]: 282 yang menekankan pentingnya
pencatatan dalam setiap akad sebagai prinsip keadilan, yang dalam konteks
perkawinan berarti pentingnya pencatatan nikah. Al-Qur’an menegaskan pentingnya
menjaga tujuan perkawinan dan pencatatan akad, sementara Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 pasal 1 dan 2 juga menetapkan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan
menurut agama dan dicatatkan sesuai peraturan yang berlaku.