Abstract:
Kajian ini dilatarbelakangi oleh kecenderungan sebagian mufasir atau
kamus-kamus Al-Qur’an yang menganggap lafaz ḥaq dan ṣidq sebagai
sinonim. Padahal, kedua lafaz tersebut memiliki perbedaan konteks makna
yang menarik untuk diteliti lebih dalam. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis makna kontekstual ḥaq dan ṣidq dalam Al-Qur’an serta
meninjau ulang pandangan sebagian mufassir yang menganggap dua kata
tersebut bersinonim.
Masalah utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana
makna lafaz ḥaq dan ṣidq dijelaskan dalam berbagai ayat Al-Qur’an, serta
bagaimana persamaan dan perbedaannya dalam konteks makna. Penelitian ini
juga membandingkan temuan-temuan sebelumnya, dengan pendekatan Bint
al-Syāṭi’ yang menolak adanya sinonimitas antar lafaz Al-Qur’an. Oleh karena
itu, penelitian ini tidak hanya menyajikan analisis makna, tetapi juga
mengkritisi kesimpulan sebagian penafsir terdahulu.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis dengan
pendekatan linguistik. Sumber data utama berupa ayat-ayat Al-Qur’an yang
mengandung lafaz ḥaq dan ṣidq, baik dari periode Makkiyah maupun
Madaniyah. Analisis dilakukan dengan mencermati konteks penggunaan lafaz
dalam ayat, penafsiran para mufasir, serta penekanan pada konsistensi makna
berdasarkan teori anti-sinonimitas Bint al-Syāṭi’.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lafaz ḥaq lebih dominan
digunakan untuk menunjukkan kebenaran objektif, tetap, dan bersifat ilahiyah,
sedangkan ṣidq menunjukkan kesesuaian antara ucapan dan kenyataan yang
bersifat personal atau subjektif. Keduanya memiliki relasi makna yang
berdekatan namun tidak identik. Oleh karena itu, temuan ini mendukung
gagasan anti-sinonimitas yang dinyatakan oleh Aisyah Bint al-Syāṭi’, bahwa
setiap lafaz dalam Al-Qur’an mengandung makna yang khas dan tidak dapat
dipertukarkan secara bebas.