| dc.description.abstract |
Fenomena toxic parenting meningkat setiap tahunnya, toxic parenting
merupakan suatu pola pengasuhan yang menyakiti anak secara fisik dan
emosional. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang melarang menyakiti
anak dan menekankan untuk menjaga anak dari perilaku orang tua yang
merusak perkembangan anak. Namun masih sedikit penelitian yang
mengeksplorasi tafsir ulama mengenai toxic parenting serta minimnya film
pegasuhan sebagai edukasi yang diangkat dalam dunia perfilman. Salah
satunya film Mother, mengangkat isu toxic parenting antara ibu dan anak dari
kisah nyata di Jepang 2014. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis toxic
parenting dalam film Mother menurut penafsiran Al-Sya’rawi dalam Tafsīr
Khawaṭir Al-Sya'rāwī Haul Al-Qur’an al-Karīm serta relevansinya dengan
konteks masa kini.
Penelitian ini termasuk jenis kualitatif berbentuk kepustakaan. Adapun
pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi yang kemudian
dianalisis dengan metode analisis semiotika oleh Roland Barthes terhadap
sembilan adegan yang dipilih. Kemudian dibedah dengan ayat Al-Qur’an
berdasarkan perspektif Sya’rawi dan menggunakan pendekatan toxic parents
oleh Susan Forward dan psikologi Islam Zakiyah Daradjat.
Hasil penelitian ini terdiri atas tiga bentuk toxic parenting. Pertama,
membahas kekerasan verbal, Akiko sering membentak, menuduh dan
melontarkan kata-kata buruk seperti Shuhei bau badan, mengerikan, tidak
dapat bergaul. Perilaku tersebut termasuk verbal abuse dan sejalan dengan
makna “al-sū’” dalam Q.S. al-Nisā’ [4]:148 dan bertentangan dengan makna
“qaulan layyinan” dalam Q.S. Ṭaha [20]: 44. Kedua, Akiko mengabaikan
kebutuhan fisik dan kebutuhan emosional Shuhei, termasuk tipe the indiqute
parent yang bertentangan dengan makna “lā tuḍārra” dalam Q.S. al-Baqarah
[2]: 233. Akiko juga mengabaikan pendidikan Shuhei yang bertentangan
dengan makna “lā taqtulū aulādakum” dalam Q.S. al-An’ām [6]: 151. Ketiga,
Akiko memanipulasi perasaan Shuhei yang termasuk tipe the controleres.
Memaksa Shuhei mengakui kebohongan, yang sejalan dengan makna “ikrāh”
dalam Q.S. Nūr [24]: 33, menuduh Shuhei mencuri yang bertentangan dengan makna qisṭ dalam Q.S. al-Nisā’ [4]: 135, serta menekan dan mengancam
Shuhei untuk melakukan tindakan kriminal yang selaras dengan makna “wa
in jāhadāka ‘alā an tusyrik” dalam Q.S. Luqmān [31]:15. Sya’rawi,
menentang ketiga bentuk toxic parenting dan mendukung pemenuhan hak
anak. Adapun relevansinya pada masa kini adalah permasalahan tersebut
masih terus terjadi dan solusi dalam Al-Qur’an relevan untuk diaplikasikan
selama penafsirannya dikontekstualisasikan dengan perkembangan zaman. |
en_US |