| dc.description.abstract |
Penelitian ini berangkat dari pentingnya wasiat yang termaktub dalam
Surah al-An‘ām ayat 151–153. Wasiat tersebut bukan hanya bernilai historis,
melainkan juga memiliki relevansi universal dalam pembentukan tatanan
kehidupan beragama dan bermasyarakat. Tafsir al-Marāgī dipilih sebagai objek
telaah karena coraknya al-Adabī al-Ijtimā‘ī, sehingga dapat memberikan
penjelasan yang mendalam terhadap pesan-pesan wasiat Nabi Mūsā serta
relevansinya dalam kehidupan modern.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research),
dengan metode Maudu’i. Teknik yang digunakan berupa dokumentasi,
sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan deskriptif-analitis.
Penelitian ini memiliki keterkaitan dengan kajian yang dilakukan oleh Moh.
Ikbal Abd. Kasim (2021) dan Mu’alief Mahmud Faturohim (2021) yang samasama menyoroti QS. al-An‘ām ayat 151–153. Namun, fokus penelitian mereka
lebih menekankan pada aspek pendidikan karakter yang dikaitkan dengan
regulasi Permendikbud, sementara penelitian ini berusaha mengkaji ayat-ayat
tersebut dari perspektif penafsiran al-Marāgī dalam tafsirnya.
Penafsiran al-Marāgī terhadap QS. al-An‘ām [6]:151–153 menegaskan
bahwa sepuluh wasiat Allah merupakan inti ajaran Islam yang mencakup
dimensi akidah, ibadah, dan akhlak sosial. Dengan kerangka maqāṣid alsyarī‘ah al-Ghazālī, seluruh wasiat itu dapat dipetakan dalam lima tujuan
pokok syariat: larangan syirik, menepati janji, serta perintah menempuh jalan
yang lurus termasuk dalam ḥifẓ al-dīn; kewajiban berbakti kepada orang tua
dalam ḥifẓ al-‘aql; larangan membunuh anak karena takut miskin dan larangan
membunuh jiwa tanpa hak termasuk dalam ḥifẓ al-nafs; larangan perbuatan
keji masuk pada ḥifẓ al-nasl; sedangkan larangan merampas harta anak yatim
dan kewajiban menyempurnakan timbangan berada dalam ḥifẓ al-māl; serta
perintah berlaku adil dalam ucapan dan kesaksian menunjang perlindungan
jiwa dan hak-hak sosial. Relevansinya tampak pada pentingnya menegakkan keadilan, menjaga hak-hak individu, dan menghindari aniaya, sehingga ajaran
tersebut tetap menjadi pedoman moral bagi terciptanya masyarakat yang
harmonis. |
en_US |