Abstract:
Pernikahan merupakan ikatan janji suci yang sakral dan agung.
Setelah perjanjian akad nikah sah, suami dan istri memiliki hak dan
kewajiban yang belum mereka miliki sebelumnya. Namun, sering kali
ditemukan pengabaian terhadap hak dan kewajiban, termasuk kewajiban
suami atas nafkah batin istri, sehingga muncul fenomena bare minimum
dalam relasi pasangan. Penelitian ini bertujuan menganalisis penafsiran
Quraish Shihab terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang relevan dengan
fenomena bare minimum, serta menggali pemikiran Quraish Shihab
melalui Tafsīr Al-Miṣbāḥ.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik
studi pustaka. Data primer berasal dari Tafsīr Al-Miṣbāḥ karya Quraish
Shihab, dan didukung sumber sekunder berupa buku, artikel jurnal, dan
literatur yang relevan. Data dikumpulkan melalui dokumentatif, kemudian
dianalisis secara deskriptif-analitis dengan pendekatan tafsir tematik
(maudhu’i) oleh al-Farmawi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penafsiran Quraish Shihab
terhadap QS. An-Nisā’ [4]: 19, QS. An-Nisā’ [4]: 34, dan QS. Ar-Rūm [30]:
21 memberikan solusi yang kontekstual. Kehidupan dalam rumah tangga
tidak selalu berjalan bahagia. Relasi yang terjalin antara suami dan istri
harus didasari komitmen untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Dalam
menghadapi fenomena bare minimum, Quraish Shihab menekankan
prinsip-prinsip seperti ma’rūf, yang menekankan prilaku baik meskipun
pasangan sudah tidak lagi saling mencintai, qawwām, menegaskan
tanggung jawab suami sebagai kepala rumah tangga, serta sakīnah,
mawaddah, dan raḥmah, sebagai keselarasan batin antara suami istri.