| dc.description.abstract |
Dalam al-Qur’an, fasik dipahami sebagai sikap keluar dari ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya. Bila sifat ini melekat pada pemimpin, maka
akan melahirkan penyimpangan serius yang mengancam moral dan
spiritual masyarakat. Fenomena pemimpin fasik di Indonesia tampak dari
perilaku mengabaikan agama, melegalkan kemungkaran, hidup hedonis,
hingga menolak nasihat ulama. Al-Qur’an telah menampilkan contoh
pemimpin fasik seperti Firaun dan Namrud yang menyesatkan rakyatnya.
Karena itu, kajian tafsir al-Rāzī dan al-Syaukānī tentang kepemimpinan
fasik menjadi penting untuk memahami sifat, dampak, dan solusinya agar
umat terhindar dari bahaya kepemimpinan yang menyesatkan.
Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang umumnya
hanya mengkaji konsep kepemimpinan berdasarkan satu kitab tafsir.
Sedangkan dalam kajian ini, penulis melakukan analisis komparatif
terhadap dua karya tafsir besar, yakni Mafātīḥ al-Ghayb karya Fakhr alDīn al-Rāzī dan Fath al-Qadīr karya al-Syaukani. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif-analitis, dengan pendekatan kualitatif
berbasis kajian pustaka (Library Research) dan menggunakan metode
komparatif (muqāran) terhadap dua kitab tafsir besar, Mafātīḥ al-Ghayb
karya Fakhr al-Dīn al-Rāzī dan Fath al-Qadīr karya al-Syaukani.
Penelitian bertujuan mengkaji karakteristik kepemimpinan fasik menurut
kedua mufassir dan relevansinya dalam konteks sosial-politik
kontemporer.
Kedua tafsir menegaskan bahwa QS. An-Nūr [24]:55 dan QS. AzZukhruf [43]:54 menggambarkan kepemimpinan fasik sebagai
penyimpangan dari takwa, keadilan, dan kemaslahatan umat. Mafātīḥ alGhayb menekankan uraian masalah secara rinci, sedangkan Fatḥ alQadīr lebih praktis. Keduanya relevan dalam menghadapi fenomena
pemimpin fasik masa kini |
en_US |