| dc.description.abstract |
Komunikasi memiliki peran krusial dalam menjaga keharmonisan
keluarga. Namun, fakta menunjukkan masih banyak keluarga yang mengalami
miskomunikasi, bahkan berujung pada konflik serius seperti perceraian hingga
tindak kekerasan. Padahal, Al-Qur’an telah menyajikan banyak teladan komunikasi keluarga, salah satunya dalam kisah Nabi Yusuf. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis penafsiran Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aẓīm
dan M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Miṣbāḥ terhadap ayat-ayat komunikasi
keluarga dalam kisah Nabi Yusuf, serta mengkaji relevansinya sebagai model
komunikasi keluarga harmonis di era modern. Permasalahan utama dalam
penelitian ini berangkat dari rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
komunikasi dalam keluarga. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan
penelitian sebelumnya dari segi tema, tetapi berbeda dalam pendekatan dan
fokus sumber, khususnya pada komunikasi Nabi Yusuf dengan saudarasaudaranya yang masih jarang dibahas secara mendalam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
kepustakaan (library research). Sumber primer terdiri atas Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Aẓīm dan Tafsir Al-Miṣbāḥ, sementara sumber sekunder mencakup
Qasasul Anbiya’, buku-buku pendukung, artikel ilmiah, dan literatur terkait.
Data diperoleh melalui dokumentasi, lalu dianalisis secara deskriptif-analitiskomparatif menggunakan pendekatan tematik (Abdul Hayy Al-Farmawi), pendekatan komparatif, serta teori Family Communication Patterns (Koerner &
Fitzpatrick, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ibnu Katsir cenderung menekankan
aspek historis dan riwayat, sedangkan Quraish Shihab lebih menyoroti dimensi
psikologis, linguistik, dan sosial. Komunikasi antara Nabi Yusuf dan Nabi
Ya’qub (QS Yusuf: 4-5) mencerminkan pola komunikasi keluarga tipe konsensual, sedangkan interaksi Nabi Yusuf dengan saudara-saudaranya (QS Yusuf:
59-61) menunjukkan pola komunikasi tipe protektif. |
en_US |