Abstract:
Penelitian yang berjudul Privatisasi BUMN dalam Perspektif
Maqȃshid asy-Syariʻah (Studi Kasus UU No. 30/2009 tentang
Ketenagalistrikan) ini menegaskan bahwa kebijakan privatisasi
ketenagalistrikan adalah kebijakan yang tidak tepat. Pemerintah sebagai
pemegang kendali kebijakan sektor publik tidak boleh mengambil kebijakan
pelepasan pengelolaan semisal ketenagalistrikan kepada swasta.
Penulis setuju pandangan Ikhsan Abadi dalam bukunya Neo
Liberalisme dalam Timbangan Ekonomi Islam yang mengkritisi kebijakan
pemerintah melakukan privatisasi melalui unblunding dan divestasi pada
Perusahaan Listrik Negara (PLN). Unblunding pada PLN mengakibatkan
setiap jenis usaha ketenagalistrikan dapat dimiliki oleh pihak non pemerintah.
Di sisi lain Penulis juga tidak sependapat alasan bahwa upaya melakukan
privatisasi PLN melalui divestasi adalah untuk menciptakan iklim kompetisi
dan meningkatnya peran swasta, karena realitasnya divestasi justru
menyebabkan pihak swasta akan dominan dalam penyediaan listrik.
Kebijakan di atas secara otomatis berakibat harga listrik akan didikte
oleh kartel perusaan listrik swasta. Dampak ini dirasakan oleh konsumen
berupa harga tarif dasar listrik yang memberatkan. Di sisi lain fungsi
pemerintah sebagai pengelola cabang-cabang produksi yang menguasai hajat
hidup orang banyak semisal bidang ketenagalistrikan harus mengupayakan
kesejahteraan dan kemudahan sarana bagi rakyat dan bukan sebaliknya, hal
itu selaras dengan maqȃshid asy-syariʻah. Listrik yang terkategori sebagai
obyek milik publik, tentu hukum positif yang menaunginyapun harus
berpihak kepada kemaslahatan umum. Pemerintah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat seyogyanya lebih intensif mendengar aspirasi rakyat
kebanyakan dibanding kepentingan beberapa pelaku ekonomi swasta.
Dengan menggunakan metode kualitatif melalui studi pustaka, tesis
ini menghasilkan beberapa pokok pemikiran normatif. Penulis mengambil
referensi primer Undang-Undang No.30/2009 Tentang Ketenagalistrikan dan
buku Neo Liberalisme dalam Timbangan Ekonomi Islam karya Ikhsan Abadi
sebagai referensi sekundernya. Poin pentingnya adalah hifzhul mȃl selaras
dengan inti konstitusi.Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi yang
menjadi landasan undang-undang dan peraturan di bawahnya memiliki nafas
keberpihakan pada kepentingan umum dan menjaga sumber-sumber ekonomi
optimal sesuai sasaran sebagaimana pesan dari maqȃshid asy-syariʻah.