dc.description.abstract |
Anjing merupakan hewan fenomenal yang sering
didiskriminasi oleh mayoritas masyarakat muslim lantaran
kenajisannya. Sehingga anjing sering diperlakukan semenamena
oleh masyarakat muslim. Berbeda dengan hewan lain,
perlakuan semacam ini tidak berlaku. Menurut mereka, hukum
keharaman ini hanya berlaku pada anjing lantaran air liur yang
terkandung dalam tubuhnya. Karena itu penelitian ini penting
dilakukan.
Adapun masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah:
pertama, tentang konteks kenajisan anjing. Kedua, tentang
letak proporsionalitas kedudukan anjing di antara hewan lain
bila dikaji melalui pendekatan hadis. Dalam penelitian ini,
penulis hendak menyatakan bahwa di dalam hadis-hadis yang
disabdakan oleh Rasulullah berkenaan dengan anjing, baik
ulama muhadditsîn ataupun ulama muhadzdzabîn memiliki
persepsi yang berbeda-beda dalam menanggapi najisnya
anjing.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa konteks
kenajisan anjing dan proporsioanalitas kedudukan hewan
tersebut di antara hewan lain melalui pendekatan hadis.
Untuk itu, dalam skripsi ini penulis menjawab
permasalahan yang ada dengan menggunakan penelitian
kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan
terhadap literatur yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini,
yakni dengan cara mengumpulkan sejumlah hadis yang
berbicara tentang anjing di dalam kutub as-Sittah kemudian
menganalisa hadis-hadis tersebut dengan memaparkan
xvii
penjelasannya berdasarkan kitab-kitab syarah hadis, maupun
buku-buku pendukung yang relevan dengan objek penelitian.
Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa, secara
kontekstual, hadis-hadis yang berbicara tentang kenajisan
anjing menyatakan bahwa yang menjadikan anjing itu najis
adalah jilatannya (air liurnya). Namun kalangan ulama
madzhab memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam
menyikapi hal tersebut. Ulama madzhab Maliki mengatakan
bahwa semua jenis anjing yang hidup adalah suci baik
badannya, bulunya, maupun air liurnya Ulama mazhab Hanafi
berpendapat, bahwa yang najis pada anjing itu hanyalah air
liurnya saja, selain dari itu dihukumi suci. kalangan madzhab
Hambali memiliki pendapat yang sama seperti mazhab Syafi’i
yang menyatakan bahwa anjing itu seluruhnya najis, baik itu
air liur, kotoran, keringat, dan semua yang terdapat padanya.
Namun para ulama ini memiliki argumentasi masing-masing
untuk menguatkan pendapat mereka. Adapun letak
proporsionalitas kedudukan anjing di antara hewan lain yakni
berdasarkan pada kegunaannya. Di mana tatkala ia dapat
memberikan lebih banyak manfaat daripada mudharat bagi
manusia maka mayoritas ulama memperkenankan
memeliharanya, namun tatkala ia dipelihara hanya untuk
kesenangan semata ataupun hanya sekedar berbangga diri maka
mayoritas ulama mengharamkannya |
en_US |