dc.description.abstract |
Latar belakang penulisan skripsi ini adalah bahwa dewasa ini telah
banyak kejadian-kejadian yang menimpa umat Islam dan agamanya. Islam
yang suci dinodai oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Agama
Islam dianggap sebagai sumber inspirasi para pelaku kejahatan. Kasus bom
bunuh diri misalnya, sering didefinisikan sebagai bentuk perbuatan jihad
yang berasal dari Islam. Dari sini perlu adanya upaya pelurusan terhadap
pemaknaan yang salah tentang makna jihad. Sekaligus menjadi pendorong
dilakukanya penelitian ini.
Kajian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan (library
research), yaitu rangkaian penelitian yang berkenaan dengan pengumpulan
data dan pustaka dari literatur yang berkaitan dengan judul penelitian ini.
Adapun Penelitiannya, penulis menggunakan metode pendekatan penafsiran
Al-Qur`an dari segi pemikiran tokoh. Yakni, menghimpun ayat-ayat Al-
Qur`an yang memiliki tujuan yang sama, menyusunnya secara kronologis
selama memungkinkan dengan memperhatikan sebab turunnya,
menjelaskannya, mengaitkannya dengan surah tempat ia berada,
menyimpulkan dan menyusun kesimpulan tersebut ke dalam kerangka
pembahasan sehingga tampak dari segala aspek, dan menilainya dengan
kriteria pengetahuan yang sahih.
Jihad dalam perspektif Nasaruddin meliputi pertama, Makna jihad
menurut nasaruddin Umar yaitu Jihad berasal dari kata jahada yang berarti
bersungguh-sungguh. Dari akar kata itu membentuk makna jihad yang berarti
perjuangan fisik. Jihad juga berkaitan dengan makna ijtihad dan mujahada.
Menurut Nasaruddin Jihad tanpa ijtihad dan mujahadah dikhawatirkan bukan
jihad melainkan nekat. Kedua, Nasaruddin mengkritik pernyataan orang barat
yang menyatakan bahwa jihad hanya bermakana perang. Ketiga, Dalam
memaknai ayat-ayat jihad Nasaruddin merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur`an
dan sesuai dengan perspektif fukaha tentang hukum-hukum jihad. Keempat,
Nasaruddin juga mengkritik tuduhan barat yang menyatakan bahwa surat
qital adalah landasan berperang.
Konsep Nasaruddin Umar sama dengan Yusuf Qardhawi tetapi
berbeda dengan Hasan Al-Banna, Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abd
Wahab, dan Sayid Abu A‟la al-Maududi |
en_US |