Abstract:
Kata “Wali” (Kekasih) adalah lawan kata “Aduw” (Musuh). Dari kata
“wilayah” (kewalian) adalah lawan kata “adawah” (permusuhan). Dengan
begitu, pokok kewalian adalah cinta (mahabbah) dan kedekatan (taqarrub),
sementara pokok permusuhan adalah marah dan jauh. Dalam memahami
istilah tersebut penulis merujuk pada pemikiran dua tokoh sufi, yaitu At-
Tustari dalam kitab Al-Qur`an Al-Azhim dan al-Alusi dalam kitab Ruhul
Ma‟ani. Tokoh tersebut merupakan seorang ulama yang kompeten dalam
ilmu riyadhah, ikhlas, dan wara‟i. sedangkan karyanya merupakan bentuk
tafsir pertama yang menggunakan corak tasawuf atau sufi. Oleh karena itu,
kajian mengenai bahasan tersebut oleh penulis menjadi kajian yang menarik
diungkap untuk mengetahui makna waliyullah secara mendalam. ada empat
pertanyaan dasar tentang makna al-Walayah atau kewalian dalam tasawuf
yang dapat dijadikan acuan pembahasan. bagaimana derajat kewalian itu
dapat dicapai oleh seorang yang beriman? apakah para awlia Allah
mengetahui bahwa dirinya wali atau tidak? bagaimana seorang yang
mencapai derajat kewalian itu memperoleh karamat (kemuliaan) dari Allah
sebagai perlakuan khusus Allah kepadanya?
Masalah pokok tersebut kemudian penulis rinci menjadi dua sub
masalah, yaitu: 1. Apa makna waliyullah dalam kitab At- Tustari dan al-
Alusi? 2. Apa Perbedaan dan persamaan Waliyullah dari kedua mufassir
yakni at-Tasturi dan al-Alusi?
Penelitian ini bersifat kepustakaan yang sumber primernya adalah
kitab Tafsir at-Tustari dan kitab ruhul Ma‟ani langsung dan sumber
vi
skundernya diambil dari berbagai kitab, buku, skripsi, dan lainnya yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa Pada QS. Yunus [10]: 62 Dari
waliyullah menurut at-Tustari adalah hamba yang tidak ada rasa takut dan
sedih, tidak sedih dan takutnya waliyullah dikarenakan kedekatan mereka
dengan Allah SWT. Hal ini senada dengan al-Alusi yang mengatakan bahwa
waliyullah adalah orang-orang beriman yang dekat dengan Allah SWT
mereka yang beriman dan bertakwa, keimanan dan ketakwaan mereka bukan
hanya sebagai hiasan bibir, namun keimanan dan ketakwaan mereka
teraplikasikan di dalam kehidupan. Keimanan dan ketakwaan waliyullah
melahirkan ketaatan kepada Allah SWT, ketika seorang hamba taat kepada
Allah SWT maka hamba tersebut tidak ada rasa takut dan sedih di dalam
menjalani kehidupan, Apapun yang terjadi mereka ikhlaskan kepada Allah
SWT dan tetap berusaha dengan cara yang benar.
At-Tustari menyebutkan Ciri-ciri seorang Auliya‟ atau orang yang
dekat dengan Allah SWT adalah: Orang-orang yang berjuang di jalan Allah
SWT, Melampaui orang lain dalam perjalanan menuju Allah SWT (berbuat
kebajikan lebih banyak dibandingkan orang lain), Mengatur perbuatan
mereka untuk senantiasa sesuai dengan tuntunan Allah. At-Tustari
menyebutkan tingkatan waliyullah Yaitu wali abdal dan wali autad. At-
Tustari juga menyebutkan ciri-ciri atau tanda dari masing-masing wali. At-
Tustari mengatakan bahwa wali awtad lebih tinggi dibandingkan dengan wali
abdal. sebab para wali awtâd telah sampai dan pondasi-pondasi mereka telah
kokoh dan stabil, sementara abdâl masih senantiasa beralih dari satu ẖâl
(keadaan) ke ẖâl yang lain,”. Beda halnya dengan Al-Alusi, dalam kitab Ruh
al-Ma`ani tidak hanya menafsirkan tentang QS.Yunus [10]: 62 saja
sebagaimana at-Tustari yang hanya menafsirkan satu ayat, al-Alusi juga
menafsirkan QS. Yunus 63 dan 64. Mengenai Waliyullah penulis
vii
menganalisa dan mengambil kesimpulan ada 3 ciri-ciri waliyullah
diantaranya: Tidak ada rasa takut dan sedih waliyullah adalah hamba yang
tidak ada rasa takut dan sedih, tidak sedih dan takutnya waliyuulah
dikarenakan kedekatan mereka dengan Allah SWT, mereka bermunajat
kepada Allah SWT setiap waktu dan waliyullah selalu berzikir kepada Allah
SWT, karena dengan zikir akan membuat hati , mereka tenang. waliyullah
adalah mereka yang beriman dan bertakwa, keimanan dan ketakwaan mereka
bukan hanya sebagai hiasan bibir, namun keimanan dan ketakwaan mereka
teraplikasikan di dalam kehidupan. Keimanan dan ketakwaan waliyullah
melahirkan ketaatan kepada Allah SWT, ketika seorang hamba taat kepada
Allah SWT maka hamba tersebut tidak ada rasa takut dan sedih di dalam
menjalani kehidupan, Apapun yang terjadi mereka ikhlaskan kepada Allah
SWT dan tetap berusaha dengan cara yang benar. waliyullah akan
mendapatkan berita gembira baik di dunia mapun di akhirat, di dunia berupa
pujian dari hamba Allah yang lain atas amalan yang mereka lakukan, Allah
SWT juga memberikan daya tarik kepada hamba Allah yang lain untuk
mengikuti ibadah yang mereka lakukan, pujian yang mereka dapatkan
bukanlah harapan hati mereka melainkan kemuliaan dari Allah SWT kepada
mereka, Allah SWT juga tampakkan kepada mereka hal-hal yang
tersembunyi, adapun di akhirat waliyullah mendapatkan berita gembira dari
para malaikat yaitu naungan di sisi Allah SWT yang mana pada saat itu tidak
ada naungan selain naungan Allah SWT. Al-Alusipun tidak menyebutkan
tingkatan waliyullah sebagaimana at-Tustari yang menyebutkan di dalam
tafsirnya sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas.