dc.description.abstract |
Suatu perbedaan yang paling populer antara Ahlusunnah dan Syi’ah
adalah dalam hal perkawinan yaitu perkawinan dengan batas waktu yang
ditetapkan (nikah mut’ah). Perkawinan macam ini tidak dibenarkan oleh
Ahlusunnah, walaupun mereka mengakui bahwa Rasulullah SAW., pernah
mengizinkannya dan sahabat-sahabat Nabi-pun banyak yang melakukannya.
Tetapi menurut Ahlusunnah izin itu telah dibatalkan. Syi’ah tidak mengakui
pembatalan dari Nabi. Namun tidak semua golongan Syi’ah yang masih
membolehkan nikah mut’ah, kaum Syi’ah Zaidiyah sepakat dengan pendapat
Ahlusunnah yang telah mengharamkan nikah mut’ah. Maka dalam skripsi ini
akan membahas bagaimana penafsiran dari Asy-Syaukâni, Al-Alûsi dan Ath-
Thababa’i terkait hukum nikah mut ‘ah.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (Library
Research). Penelitian telaah pustaka ini merupakan penelitian kualitatif
dengan sumber data primer yaitu tafsir, Rûhul Ma’âni, al-Mizân, dan Fathul
Qâdîr kemudian data sekunder berupa buku-buku serta tafsir lainnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ath-Thabathaba’i dalam
tafsirnya al-Mizan mengatakan terkait surat An-Nisa [4]:24 bahwa ayat itu
adalah dalil yang menyatakan halalnya nikah mut’ah dan belum dinasakhnya
ayat itu dengan ayat manapun. Berbeda halnya dengan pendapat Al-Alûsi
dalam tafsirnya Rûhul Ma’âni dan asy-Syaukani dalam tafsirnya Fathul
Qâdîr yang menyatakan bahwa ayat itu telah di nasakh dengan ayat yang
lain, sehingga hukum nikah mut’ah sudah tidak berlaku lagi hinga hari
kiamat. |
en_US |