Abstract:
Mengenai tradisi uang panai yang menjadi adat di Sulawesi Selatan,
dijelaskan bahwa didalam al-Qur’an, Tafsir al-Misbah maupun dalam agama
islam, tidak dijelaskan mengenai pemberian uang panai atau uang belanja,
yang ada adalah mahar. Walaupun pemberian uang panai tidak diatur secara
gamblang dalam hukum Islam, namun pemberian uang panai sudah
merupakan suatu tradisi yang harus dilakukan pada masyarakat tersebut dan
selama hal ini tidak bertentangan dengan akidah dan syari’at maka hal ini
diperbolehkan.
Mahar dan uang panai merupakan dua perbedaan yang tidak bisa
disatukan, jika mahar adalah pemberian wajib berupa uang atau barang dari
mempelai laki-laki pada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad
nikah maka uang panai adalah uang panai’ atau uang belanja untuk pengantin
mempelai wanita yang diberikan oleh pengantin pria merupakan tradisi adat suku
Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan. uang panai menjadi syarat bahwa semakin
tinggi derajat, pendidikan, pekerjaan hingga kecantikan yang dimiliki
seorang perempuan, maka semakin terhormatlah ia dan semakin mahal uang
panai yang harus diberikan. Terkadang hal itupun yang memberatkan calon
suami dan menjadi kendala terhadap suatu pernikahan yang mulia. Maka dari
itu, penulis tertarik untuk meniti Mahar dan Uang Panai menurut tafsir al-
Misbah (Studi Kritis terhadap pernikahan Suku Bugis).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif (empiris)
dengan pendekatan fenomenologis dan kajian pustaka (library research) dan
menggunakan sumber data primer yaitu tafsir al-Mishbah. Sedangkan
pengumpulan datanya menggunakan wawancara atau interview