Abstract:
Setelah dilakukan analisis dan penelitian terhadap kedua tafsir ini
dengan mengambil beberapa contoh penafsiran ayat-ayat ahkâm, dapat
disimpulkan bahwa keduanya menggunakan perbedaan qirâ’ât sebagai sarana
untuk mengambil istimbath hukum dari ayat, walaupun terkadang keduanya
tetap memegang mazhabnya, dan seolah perbedaan qirâ’ât tersebut sebagai
legitimasi atas mazhabnya, namun tidak jarang mereka tetap sunjektif
menggunakan qirâ’ât yang sesuai dengan dalil yang shahîh walaupun tidak
sesuai dengan mazhabnya. Hal ini membuktikan bahwa ath-Thabarsî yang
bermazhab Syi‘ah imâmiyah tidak selalu sepakat dengan pemahaman Syi‘ah
teruama dalam masalah qirâ’ât Al-Qur’an. Kedua mufassir ini menggunakan
qirâ’ât sebagai salah satu instrument penafsiran pada ayat yang memiliki
perbedaan bacaan, apabila perbedaan tersebut mempengaruhi makna ayat,
maka keduanya akan menggunakannya sebagai sarana penafsiran, namun jika
tidak maka mereka hanya menyebutkan perbedaan dan tidak membahasnya.
Perbedaan mazhab akan berdampak kepada perbedaan masalah
lainnya, begitu juga dengan kedua mufassir yang menjadi objek penelitian
pada tesis ini, yaitu al-Alûsî yang bermazhab Sunnî dengan tafsirnya “Ruh al-
Ma‘âni fî tafsîr Al-Qur’an al-‘Ahzîm wa as-Sab‘ al-Matsânî” dan ath-Thabarsî
yang bermazhab Syi‘ah dengan tafsirnya “majma‘ al-Bayân fî Tafsîr Al-
Qur’ân”. Diantara perbedaan kedua mazhab tersebut adalah tentang
orisinalitas Al-Qur’an dan juga kedudukan qirâ’ât didalamnya, mazhab Sunnî
sepakat akan keorisinalitas Al-Qur’an yang ada saat ini dan sebagai panduan
yang sah, serta mengakui adanya perbedaan qirâ’at didalamnya, adapun Syi‘ah
sebagian mereka meragukan orisinalitas Al-Qur’an serta menolak adanya
perbedaan qirâ’ât didalamnya, adapun ath-Thabarsî dalam tafsirnya
menunjukkan bahwa ia mengakui adanya perbedaan qirâ’ât ini dan bahkan
dijadikan sebagai salah satu sarana dalam penafsirannya, hal ini sama dengan
pemahaman al-Alûsî, keduanya juga sepakat bahwa perbedaan itu bersumber
dari Rasulullah Saw, itu artinya keduanya memiliki kesamaan dalam masalah
ini. Hal ini menarik untuk diteliti sejauh mana kedudukan serta implikasi
qira’at terhadap kedua mufassir yang berbeda mazhab ini.
Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research) dengan
menggunakan metode diskriptif-analisis yaitu menggambarkan atau
menjelaskan apa adanya penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan
penelitian ini, kemudian dibandingkan serta dikritisi secara semantik, yaitu
menggali makna yang terkandung dalam penafsiran ayat. Sejauh ini penelitian
yang sudah dilakukan diantaranya pengaruh qirâ’ât secara umum atau lebih
spesifik seperti pengaruh terhadap ayat-ayat ahkâm, namun belum ada yang
meneliti implikasinya terhadap kedua mufassir yang berbeda mazhab ini.