Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2499
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorHamdani Anwar-
dc.contributor.advisorAhmad Fathoni-
dc.contributor.authorDini Mardina, 319440059-
dc.date.accessioned2023-01-26T04:23:04Z-
dc.date.available2023-01-26T04:23:04Z-
dc.date.issued2022-
dc.identifier.urihttp://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/2499-
dc.description.abstractPenelitian ini bertujuan untuk meneliti toleransi beragama dalam khazanah tafsir klasik. Toleransi beragama dari dulu hingga sekarang masih menjadi isu sentral. Ia mudah untuk dikatakan tapi sulit untuk dijalankan. Dari tahun ke tahun ada saja yang mencoba mengganggu toleransi antarumat beragama. Uniknya, masalah agama cukup sensitif sehingga rawan memantik pertikaian, apalagi di lingkungan yang plural. Isu agama bahkan dapat dengan mudah menyulut peperangan yang tak berkesudahan. Penelitian ini memperkuat pendapat sarjana sebelumnya yakni Said Agil Husin Al-Munawar yang dalam tulisannya “Fikih Hubungan Antar Agama” mengatakan bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsip sendiri. Penelitian ini menggunakan jenis/tipe penelitian yang bersifat kualitatif. Peneliti menggunakan analisis qiraat dan semiologi. Sementara teori yang digunakan adalah teori rekonstruksi sosial yang digagas oleh Peter L.Berger. Adapun sumber penulisan berupa sumber primer yakni lima kitab tafsir yang ditulis oleh mufasir klasik seperti Ibn Jarīr aṭ-Ṭabarī, al-Bagawī, Ibn ‘Aṭiyyah, az-Zamakhsyarī, Fakhr ar-Rāzī. Sedang sumber sekunder adalah berupa literatur atau buku-buku tentang persoalan toleransi beragama, qiraat dan semiologi. Pada saat menafsirkan QS. Al-Baqarah [2]: 256, aṭ-Ṭabarī, al-Bagawī, Ibn ‘Aṭiyyah, az-Zamakhsyarī, Fakhr ar-Rāzī menafsirkannya secara toleran. Kemudian pada waktu membedah QS. Al-Kafirun [109]: 1-6, aṭ-Ṭabarī dan Ibn ‘Aṭiyyah menafsirkannya secara toleran. Sementara al-Bagawī, az-Zamakhsyarī dan Fakhr ar-Rāzī justru memaknainya dengan intoleran. Ketika mengulas QS. Al-Baqarah [2]: 139-141, aṭ-Ṭabarī, Ibn ‘Aṭiyyah, az-Zamakhsyarī dan Fakhr ar-Rāzī memahaminya dengan semangat toleran. Sementara al-Bagawī menafsirkannya dengan nuansa intoleran. Kemudian tatkala menganalisis QS. Al-Maidah [5]: 5, aṭ-Ṭabarī, Ibn ‘Aṭiyyah, az-Zamakhsyarī dan Fakhr ar-Rāzī mendeskripsikannya secara toleran. Sedang al-Bagawī memahaminya secara intoleran. Sewaktu menelusuri makna QS. Al-Baqarah [2]: 62, aṭ-Ṭabarī, Ibn ‘Aṭiyyah, dan az-Zamakhsyarī menafsirkannya secara intoleran. Sedang al-Bagawī dan Fakhr ar-Rāzī memaknainya secara toleran.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherProgram Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakartaen_US
dc.subjectBeragamaen_US
dc.subjectToleransien_US
dc.subjectTafsir Klasiken_US
dc.titleToleransi Beragama dalam Tafsir Klasik Perspektif Qira’at dan Semiologien_US
dc.typeTesisen_US
Appears in Collections:Disertasi S3 Ilmu Al Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
319440059-Dini Mardina.pdf
  Restricted Access
319440059-Disertasi2.48 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.