Abstract:
Al-Qur’an bisa dikatakan sebagai kitab toleransi, karena berbagai
macam bentuk toleransi sudah dijelaskan dalam dalam Al-Qur’an mulai dari
tataran inklusuvisme, pluralisme, hingga multikulturalisme. Toleransi antar
umat beragama memiliki empat prinsip dasar di dalam Al-Qur’an diantaranya
ialah tidak ada pemaksaan dalam beragama, kebebasan memilih dan
menentukan keyakinan, tidak adanya larangan dalam bekerja sama dengan
orang yang tidak sepaham, dan yang terakhir mengakui adanya keberagaman.
Al-Qur’an dalam perjalananya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi,
tetapi dalam realitanya tidak dapat di pungkiri bahwa masih ada kalangankalangan
yang melakukan tindakan intoleransi, seperti kasus pengusiran biksu
oleh sekelompok warga di desa Babat, Legok, Tangerang, Banten, 2018. Hal
seperti ini menunjukkan adanya masalah yang ditimbulkan dari melunturnya
nilai-nilai toleransi beragama dalam konteks masyarakat di Indonesia, dan
peneliti melihat masalah yang demikian ini sebagai masalah serius yang harus
dilihat kembali akar masalah utamanya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pustaka atau library
research, dengan metode penelitian deskriptif-analitis yaitu pemaparan objek
penelitian secara gamblang dan transparan. Selanjutnya untuk mengkaji ayatayat
toleransi dalam Al-Qur’an peneliti menggunakan metode tematiknya al-
Farmawî yang digunakan sebagai landasan analisis memahami ayat toleransi
dalam Tafsîr Al-Marâghî.
Hasil penelitian yang didapat dari pemahaman tematiknya al-
Farmawî sebagai metode analisis memahami Tafsîr Al-Marâghî tentang
konsep toleransi beragama ialah memberikan kebebasan beragama, mengakui
adanya pluralitas agama, serta menghormati keyakinan dan eksistensi agama
lain. Selanjutnya batasan toleransi beragama dapat di pahami dengan tidak
mempertaruhkan akidah, tidak menebar kebencian, dan tidak memaksakan
kaum lain untuk memeluk Islam. Dari sini dapat dimengerti bahwa konsep
toleransi beragama yang dibangun Ahmad Musthafa al-Maraghi ini sampai
pada tataran kedua yakni pluralisme, belum sampai pada tataran ketiga
multikulturalisme, yakni toleransi yang lebih menyentu kultur budaya, seperti
Indonesia yang beragam ini.