Abstract:
Perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang wanita haid dalam hal
berinteraksi dengan Al-Qur’an sangat beragam, ada yang melarangnya dan
ada juga yang memperbolehkannya. Salah satu ayat Al-Qur’an yang menjadi
sumber perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum bagi wanita
haid berinteraksi dengan Al-Qur’an adalah QS. Al-Wāqi’ahayat 79 yang
berbunyi: lā Yamassuhū Illā al-Muthahharūn (Tidak ada yang
menyentuhnya, kecuali para hamba (Allah) yang disucikan). Tidak sedikit
wanita yang bertanya mengenai larangan dan kebolehan membaca Al-Qur’an
saat haid, baik itu dari kalangan para penghafal Qur’an, pelajar dan ibu-ibu
pada umumnya, mereka menuturkan bahwa belum mengetahui landasan
hukum yang pasti. Maka dari itu fokus penulis pada penelitian ini
menyangkut bagaimana ayat ini dipahami dan diterapkan oleh masyarakat
terutama yang setiap harinya berkecimpung dengan Al-Qur’an seperti
kegiatan menghafal Al-Qur’an di sebuah lembaga berbasis Al-Qur’an. Dalam
hal ini penulis memusatkan penelitian di kalangan mahasiswi IIQ Jakarta.
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif pespektif
fenemenologi. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
wawancara dengan para responden yaitu mahasiswi IIQ semester II dan VIII
Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Adapun alasan mengapa mahasiswi IIQ Jakarta tetap beriteraksi dengan
Al-Qur’an meskipun dalam keadaan haid. Dalam hal ini penulis
mengemukakan 3 (tiga) alasan. Pertama, interaksi mahasiswi IIQ Jakarta
yang sedang haid dengan Al-Qur’an tidak mesti diartikan sebagai interaksi
menyentuh mushaf Al-Qur’an secara langsung. Namun, interaksi sebagai
mana yang dipahami oleh Imam Hanafi dan Imam Malik. Kedua, haid
xvii
merupakan fenomena kodrati yang selalu hadir dalam siklus yang tidak dapat
dielakkan, sehingga mahasiswi IIQ Jakarta yang menjalankan tugas
menghafal Al-Qur’an sedang ia dalam keadaan haid, maka seoptimal
mungkin untuk tetap menjalankan tugas tersebut dengan tetap menjaga
kemuliaan kitab suci Al-Qur’an. Ketiga, menyentuh mushaf Al-Qur’an bagi
wanita haid atau orang yang berhadas termasuk ikhtilāf syar’ī (perselisihan
fikih), sedangkan kegiatan menghafal Al-Qur’an bagi mahasiswi IIQ Jakarta
adalah fardhu ‘ain mu’assisī (kewajiban individual institusional) yang harus
dituntaskan.