Abstract:
Tesis ini menunjukkan: Ada sekitar 12 (dua belas) fatwa dari 166 (seratus
enam puluh enam) fatwa MUI dari tahun 1975 hingga tahun 2017 yang
ditetapkan menggunakan pertimbangan fath adz-dzarî‘ah. Fath adz-dzarî‘ah
itu teraplikasikan dalam fatwa sebagai prinsip dari maqâshid syarî‘ah, dan
konsep mashlahah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam berfatwa sangat
berhati-hati. Penelitian ini juga mempertegas adanya penggunaan metodologi
elektik dalam penetapan fatwanya yang lebih mendasarkan diri pada aspek
kemashlahatan. MUI berhasil keluar dari keterikatan dengan mazhab fikih
tertentu. Ijtihâd jamâ‘i dalam MUI menjadi solusi dalam menetapkan fatwa,
terlebih dalam fatwa yang berlandaskan mashlahah di masa kini.
Tesis ini sependapat dan memberikan tambahan informasi dari apa yang
dilakukan Asrorun Ni’am dalam disertasinya; sadd adz-dzarî‘ah dalam fatwa
MUI. MUI selain menggunakan sadd adz-dzarî‘ah, mereka juga kadang
membuka adz-dzarî‘ah. Meskipun dengan syarat yang sangat ketat dalam
aplikasinya. Dalam aplikasi membuka dzari’ah karena mashlahah, penulis
sependapat dengan as-Syâthibi (w. 790 H) yang tetap mendahulukan nash
dalam menetapkan mashlahah. Penulis tidak sependapat dengan at-Thûfî (w.
716 H) yang menganggap mashlahah sebagai dasar hukum yang berdiri
sendiri, bahkan keberadaan nash atau tidak adanya nash tidak mempengaruhi
mashlahah.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat kualitatif
dengan pendekatan ushul fiqih dan sosio historis. Sumber data primer yang
digunakan yaitu Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Data sekunder
berupa literatur-literatur kitab turâts dan kitab ilmiyyah kontemporer untuk
menemukan konsep dalam merumuskan fatwa MUI. Cara membaca sumber
adalah dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis). Dalam
menganalisa data, digunakan metode induktif dan deduktif. Wallâhu A’lam bi
as-Shawâb.