Abstract:
Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh kemajuan teknologi
keuangan di Indonesia, sehingga banyak perusahaan membuka bisnis dalam
industri ini. Salah satu usaha yang sedang marak Indonesia adalah bisnis
startup peer to peer lending atau dalam bahasa Indonesia yaitu pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi, sepanjang tahun 2017 – 2019
sudah banyak bermunculan fintech yang menawarkan bisnis ini, namun
bisnis tersebut merupakan bisnis fintech konvensional yang masih
menggunakan riba dalam transaksinya, untuk itu kini hadir fintech peer to
peer lending berbasis syariah dimana setiap transaksinya menggunakan akad
yang diperbolehkan dalam Islam dan tidak mengandung unsur riba, gharar,
maysir, tadlis dan haram. Dalam hal ini penulis membahas pelaksanaan akad
musyārakah dalam fintech syariah dan kesesuaiannya dengan Fatwa DSN
MUI.
Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan
metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis dengan
menjadikan field reasearch sebagai bahan untuk analisis. Adapun teknik
pengumpulan dan pengambilan data yaitu melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan musyārakah
dalam fintech syariah melibatkan tiga pihak yaitu pemberi pembiayaan,
penerima pembiayaan dan PT Syarfi Teknologi Finansial sebagai wakil atau
penyelenggara. Penyelenggara dalam hal ini berhak mendapat ujrah atas
perwakilan dari transaksi ini. Pihak yang melakukakn akad musyārakah
dalam fintech syariah mendapatkan hasil dari bagi hasil sesuai dengan
kesepakatan. Berdasarkan hasil penelitian yang peniliti lakukan terkait
dengan SOP sudah sesuai dengan fatwa DSN MUI No 117/DSNMUI/
II/2018 hanya saja ada isitilah yang berbeda yaitu anjak piutang dan
invoice namun pada pelaksanaannya tidak bertentangan dengan fatwa DSN
MUI tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan
prinsip syariah