Abstract:
Pada kasus sengketa murābaḥah yang terjadi di daerah Tangerang,
terdapat konflik antara Penggugat dan Tergugat terkait pembiayaan
murābaḥah. Pengadilan Agama Tigaraksa memeriksa sengketa bahwa
murābaḥah wanprestasi karena tidak memenuhi kewajiban angsuran sesuai
dengan Akad Murābaḥah dan mengeluarkan untuk menerima sebagian.
Penelitian yang dilakukan untuk mengeksplorasi alasan tidak diterima
sebagiannya perkara ini dan kesesuaian praktik hukum syariah dengan fatwa
dan peraturan yang berlaku.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif berupa studi
kasus dengan pendekatan yuridis normatif berupa pendekatan Undang-undang,
dan pendekatan kasus. Dengan sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari
observasi terpusat dan wawancarara kepada hakim ketua majelis persidangan,
Penggugat perkara dan bendahara DSN-MUI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Berdasarkan
pertimbangan hukum formil dan materil, Putusan 4418/Pdt.G/2023/PA.Tgrs
menegaskan bahwa Tergugat melakukan wanprestasi dalam pembiayaan
murābaḥah. Hakim mengabulkan sebagian gugatan Penggugat atas kelalaian
Tergugat dalam membayar angsuran, sementara sebagian gugatan ditolak
karena Tergugat tidak memiliki pekerjaan. Hakim menjatuhkan sanksi,
termasuk membayar sisa hutang pokok, mengalihkan risiko atas tanah dan
bangunan, dan membayar biaya perkara kepada Penggugat. Keputusan hakim
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum acara perdata dan akibat wanprestasi
yang diatur oleh Pasal 1267 KUH Perdata. Kedua, Dalam Putusan Pengadilan
Agama Tigaraksa Nomor 4418/Pdt.G/2023/PA.Tgrs, hakim mengacu pada
Fatwa Dewan Syariah Nasional yang kurang relevan. Fatwa yang lebih tepat
adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murābaḥah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional 153/DSN-MUI/VI/2022
tentang Pelunasan Utang Pembiayaan Murābaḥah Sebelum Jatuh Tempo. Namun, hakim tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atas
keputusannya, demi menjaga independensi peradilan. Hakim di Indonesia
tidak bisa dipidanakan terkait keputusannya, memperkuat kebebasan dan
otonomi dalam menjalankan tugas peradilan