Abstract:
Manusia membutuhkan interaksi sosial yang memberi makna hidup
tetapi juga bisa menimbulkan rasa iri akibat sifat kufur nikmat, yang
mengganggu keimanan karena kurangnya kesadaran atas nikmat Allah. Self
acceptance penting untuk meningkatkan motivasi dan self-esteem, namun
sering dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil dan kebutuhan validasi dari
orang lain. Menumbuhkan penerimaan diri memerlukan pengetahuan nilai
diri, batasan sehat, memaafkan diri, dan berhenti membandingkan diri dengan
orang lain. Penelitian ini mengeksplorasi makna self acceptance dalam AlQur’an melalui tafsir Sayyid Qutb dan Wahbah Al-Zuhaili, untuk membantu
mereka yang kesulitan menerima diri sendiri..
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penafsiran,
perbandingan serta relevansi Sayyid Quthb dalam kitab Fī Ẓilāl Al-Qur’ānׅdan
Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Munīr pada ayat . QS. Luqman (31): 12,
QS. An-Nisa(4): 32 tentang self acceptance Untuk menganalisi data dalam
kajian ini, perlu mengunakan metode analisis Tafsir muqaran. Tujuan
penelitian ini untuk menganalisis dan membandingkan interpretasi Sayyid
Qutb dan Wahbah Al-Zuhaili tentang self acceptance, memeriksa
relevansinya dalam konteks zaman modern. Studi kualitatif ini menggunakan
penelitian kepustakaan untuk menganalisis sumber primer dan sekunder
terkait self acceptance dalam Tafsir Fī Ẓilāl Al-Qur’ān dan Tafsir Al-Munīr.
Sayyid Qutb dan Wahbah Al-Zuhaili berbeda dalam sumber tafsir
yang mereka gunakan dan fokus interpretasi. Namun, dalam penafsirannya
keduanya sepakat tentang memahami keadilan Allah dalam pembagian rezeki,
serta pentingnya bersyukur secara pribadi dan spiritual. Relevansi dalam
kehidupan modern, self acceptance membantu mencapai keseimbangan,
ketenangan, dan kualitas hidup melalui syukur dan kepercayaan kepada Allah
Swt. Selain itu, self acceptance prespektif Al-Qur’an dapat membantu
memperbaiki masalah masa lalu untuk dijadikan pembelajaran pada saat ini
dan menyiapkan diri untuk di masa yang akan datang.