Abstract:
Santri disabilitas tunarungu wicara memiliki keterbatasan dalam mendengar
dan berbicara menimbulkan tantangan tersendiri dalam berinteraksi dengan
Al-Qur’an dan dapat memengaruhi cara mereka memahami Al-Qur’an.
Dalam suatu lembaga sangat penting untuk memahami bagaimana santri
dengan kebutuhan khusus menerima, memaknai, dan mengaplikasikan ajaran
Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif yang tergolong penelitian
lapangan dengan teori pendekatan Hans Robert Jauss dengan focus pada teori
horizon of expectation (horizon harapan) yakni apa saja harapan ataupun citacita para santri LPQI kedepannya, historical context (konteks historis) yakni
apa saja yang melatar belakangi para santri LPQI sehingga tertarik untuk
belajar Al-Qur’an, aesthetic experience (pengalaman estetis) yakni bagaimana
para santri secara emosional dan intelektual merespon bacaan Al-Qur’an,
dialogical interaction (intraksi dialogis) yakni bagaimana para santri
berintraksi dengan A-Qur’an. Data dikumpulkan melalui purposive sampling
yaitu hasil dari pengambilan sampel data dengan pertimbangan tertentu
dengan memilih 8 santri. Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan data
observasi, wawancara dan dokumentasi untuk mendapatkan hasil penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa santri tunarungu wicara memiliki
cara yang unik dalam berintraksi dengan Al-Qur’an, seperti melalui kisahkisah yang diceritakan oleh para pengajar dan melalui karya kaligrafi.
Meskipun ada tantangan dalam proses pembelajaran, mereka tetak semangat
dan senang belajar Al-Qur’an karena para santri menemukan teman dan
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Penulis menyarankan
untuk lembaga agar memaksimalkan fasilitas untuk mengajar para santri.