Abstract:
Saat ini pembiayaan berbasis syariah khususnya akad musyārakah semakin
diminati sebagai alternatif pembiayaan yang sesuai prinsip syariah. Akan tetapi
dalam praktiknya, pembiayaan musyārakah sering menimbulkan sengketa terkait
jaminan. Sengketa ini melibatkan aspek hukum perdata, agraria, dan hukum Islam.
Oleh karena itu penelitan ini mengkaji bagaimana hukum putusan pengadilan agama
dalam penyelesaian sengketa jaminan pada pembiayaan musyārakah dalam tinjauan
undang-undang nomor 4 tahun 1996 (analisis putusan pengadilan agama mataram
nomor 449/pdt.g/2024/pa.mtr). permasalahan yang diteliti meliputi dasar hukum
pertimbangan hakim terhadap kasus sengketa jaminan dan juga kesesuaian praktik
penyelesaian sengketa jaminan pada pengadilan agama Mataram dengan undangundang Nomor 4 Tahun 1996
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berupa studi kasus dan konten
analisis dengan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data yang
digunakan penulis adalah dokumentasi, wawancara, dan triangulasi (sumber data).
Sumber data yang didapatkan melalui analisis putusan pengadilan agama mataram
nomor 449/pdt.g/2024/pa.mtr dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 yang disertai dengan data pendukung dari buku-buku, literatur, jurnal, skripsi,
tesis, Fatwa DSN-MUI, dan juga perundang-undangan.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa pertama jaminan dalam
akad musyārakah memiliki peran penting sebagai bukti tanggung jawab nasabah dan
penguat kepercayaan. Mengenai pembatalan akad akibat force majeure, hakim dapat
membatalkan perjanjian jika terdapat klausul yang mengaturnya dalam akad. Namun,
jika tidak ada klausul tersebut, hakim tidak dapat membatalkan perjanjian karena
akad musyārakah didasarkan pada consensus atau kesepakatan kedua belah pihak.
Kedua Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Mataram menunjukkan bahwa
praktik penyelesaian sengketa jaminan, termasuk hak kreditur untuk melakukan
lelang eksekusi (parate eksekusi) tanpa penetapan pengadilan telah sesuai dengan
ketentuan UU No. 4 Tahun 1996. Pengadilan menolak klaim Penggugat terkait
keharusan penetapan pengadilan untuk lelang dan kerugian materiil dari selisih nilai
likuidasi, karena lelang belum terlaksana dan tidak ada bukti ketidakwajaran
penilaian terbaru.. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam
pemahaman hukum positif dan syariah dalam industri keuangan syariah.