Abstract:
Penelitian ini membahas konsep istidraj dalam Al-Qur’an dengan pendekatan
studi komparatif terhadap dua kitab tafsir, yakni Fathul Qadir karya Imam
Asy-Syaukani dan Tafsir Khawatir karya Muhammad Mutawalli AsySya’rawi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
kedua mufassir menafsirkan ayat-ayat tentang istidraj, mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan penafsiran antara keduanya, serta menganalisis
relevansi konsep istidraj dalam konteks kehidupan modern. Istidraj
merupakan fenomena pemberian nikmat dari Allah SWT kepada hamba yang
terus-menerus berada dalam kemaksiatan. Nikmat tersebut secara lahiriah
tampak sebagai anugerah, namun sejatinya merupakan bentuk ujian dan
peringatan yang dapat menyeret pelakunya menuju kebinasaan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik studi kepustakaan
(library research). Pendekatan yang digunakan adalah tafsir komparatif,
pendekatan kontekstual historis-sosiologis, serta pendekatan sosiologi tafsir
dengan merujuk pada teori kontekstual yang dikembangkan oleh Abdullah
Saeed. Pendekatan ini memungkinkan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an secara
relevan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat masa kini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik Asy-Syaukani maupun AsySya’rawi memahami istidraj sebagai bentuk pembiaran dari Allah SWT yang
berujung pada azab. Namun, keduanya memiliki penekanan yang berbeda
dalam penafsiran: Asy-Sya’rawi menafsirkan dengan pendekatan reflektif dan
spiritual, sementara Asy-Syaukani lebih analitis dan rasional. Ayat-ayat yang
menjadi dasar pembahasan tentang istidraj meliputi QS. Āli ‘Imrān: 178, QS.
Al-An‘ām: 44, QS. Al-A‘rāf: 182–183, QS. An-Naml: 4, dan QS. Al-
‘Ankabūt: 38. Relevansi istidraj dalam konteks kekinian tampak pada
fenomena melimpahnya kenikmatan duniawi yang tidak dibarengi dengan
ketaatan spiritual, sehingga penting bagi umat Islam untuk memahami konsep ini sebagai bentuk introspeksi diri agar tidak terperangkap dalam kelalaian.