Abstract:
Kisah Bani Israil dalam Al-Qur’an diulang sebagai peringatan agar umat
Islam tidak mengulangi penyimpangan mereka. Berbagai bentuk kezaliman
seperti pengingkaran perjanjian, manipulasi ajaran, dan penyebaran kebencian
tetap relevan dengan fenomena sosial masa kini. Penelitian ini bertujuan
menafsirkan ayat-ayat tentang kezaliman Bani Israil dengan pendekatan ma’nā
cum magzā guna menggali pesan etis-kontekstual yang dapat menjadi
pelajaran bagi masyarakat modern.
Studi ini mengkaji makna historis (al-maʿnā al-tārīkhī), pesan fenomenal historis
(al-magzā al-tārīkhī), dan relevansi kontemporer (al-magzā al-mutaḥarrik) dari ayatayat tentang kezaliman Bani Israil. Perbedaan utama penelitian ini dengan kajiankajian sebelumnya terletak pada pendekatan yang digunakan. Jika penelitian terdahulu
umumnya bersifat deskriptif-normatif dengan fokus pada aspek teologis atau historis
semata, maka studi ini menggunakan pendekatan ma’nā cum magzā yang bersifat
interpretatif dan transformatif. Dengan menekankan dimensi sosial, etis, dan simbolik
ayat, pendekatan ini memungkinkan pembacaan Al-Qur’an yang lebih kontekstual dan
relevan terhadap realitas kezaliman kontemporer.
Penelitian dilakukan secara kualitatif berbasis pustaka dengan metode tafsir tematik
(mauḍū‘ī) dan analisis ma’nā cum magzā. Lima ayat menjadi objek formal: QS. AlAnfāl [8]:56, QS. Āli ‘Imrān [3]:21 dan [3]:78, QS. An-Nisā’ [4]:161, serta QS. AlMā’idah [5]:64. Analisis mencakup aspek linguistik, intratekstual, intertekstual, dan almagzā al-tārīkhīserta al-magzā al-mutaḥarrik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayat-ayat tersebut mencerminkan pola
penyimpangan yang dilakukan secara sadar oleh sebagian elite Bani Israil, seperti
pengkhianatan (QS. Al-Anfāl [8]:56), pembunuhan terhadap para nabi dan penyeru
kebenaran (QS. Āli ‘Imrān [3]:21), manipulasi ajaran (QS. Āli ‘Imrān [3]:78), praktik
riba dan perampasan batil (QS. An-Nisā’ [4]:161), serta penyebaran permusuhan dan
kebencian (QS. Al-Mā’idah [5]:64). Fenomena serupa masih terjadi dalam bentuk
politisasi agama, kekerasan simbolik, ketimpangan ekonomi, dan ujaran kebencian.
Karena itu, pendekatan maʿnā cum magzā menegaskan peran Al-Qur’an sebagai kritik
sosial dan panduan etika profetik dalam menghadapi kezaliman kontemporer.