| dc.description.abstract |
Kelompok LGBT yang mengusung paham liberal dinilai telah
mengancam nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Perilaku mereka
menyimpang dari fitrah manusia karena adanya kecenderungan terhadap
sesama jenis, sebagaimana yang dahulu dilakukan oleh kaum Nabi Lūṭ. Oleh
sebab itu, penelitian ini mengangkat pandangan Al-Qur’an terhadap perilaku
tersebut dengan menelaah penafsiran klasik dari dua mufasir besar, yaitu
Imam at-Ṭabarī dalam tafsir Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān dan Imam alQurṭubī dalam al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur’ān. Tujuannya adalah untuk
menggambarkan bagaimana penafsiran ulama klasik terhadap fenomena
penyimpangan seksual, serta meninjau relevansinya dalam konteks masa kini.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berbasis studi pustaka
(library research), dengan sumber primer berupa dua kitab tafsir klasik
tersebut. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi,
sedangkan analisis data menggunakan metode deskriptif-komparatif model
Miles dan Huberman. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
muqāran (komparatif) berdasarkan teori ‘Abd al-Ḥayy al-Farmawī.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Imam at-Ṭabarī dan Imam alQurṭubī sepakat bahwa penyimpangan seksual merupakan tindakan keji dan
bertentangan dengan syari’at serta fitrah manusia. Penafsiran Imam at-Ṭabarī
cenderung menggunakan aspek linguistik dan beragam riwayat. Sehingga
beliau menelisik makna ayat dengan asal-usul suatu lafazh, tata bahasa arab,
maupun sya’ir Arab klasik serta dengan beragam riwayat. Sedangkan Imam
al-Qurṭubī lebih menonjolkan aspek hukum dan ijtihad ulama dalam
penafsirannya. Yakni dengan menguraikan aspek hukum yang terkandung
dalam suatu ayat diikuti dengan beragam ijtihad ulama mazhab sebagai
penentu hukumnya. Penafsiran keduanya sangat relevan untuk dijadikan
sebagai landasan teologis maupun normatif dalam merespons maraknya normalisasi LGBT di era globalisasi masa kini. |
en_US |