Abstract:
Amarah merupakan salah satu emosi dasar manusia yang apabila tidak
dikendalikan dapat menimbulkan dampak negatif, baik pada individu
maupun lingkungan sosialnya. Dalam Al-Qur‟an, terdapat sejumlah ayat
yang menekankan pentingnya pengendalian amarah sebagai bagian dari
kesempurnaan iman dan akhlak. Penelitian ini berfokus pada penafsiran
Syekh „Abd al-Qādir al-Jīlānī dalam Tafsīr al-Jīlānī (w. 561 H) terhadap tiga
ayat yang berkaitan dengan pengendalian amarah, yaitu QS. Āli „Imrān ayat
134, QS. Asy-Syūrā ayat 37, dan QS. al-Aḥzāb ayat 25, serta relevansinya
dengan konteks kehidupan modern.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan tafsir
maudhū„ī (tematik), yaitu mengumpulkan dan menganalisis ayat-ayat terkait
pengendalian amarah dalam perspektif al-Jīlānī, kemudian dikaitkan dengan
literatur kontemporer, khususnya dalam bidang psikologi dan ilmu sosial.
Sumber utama penelitian adalah Tafsīr al-Jīlānī cetakan Dār al-Kutub al-
„Ilmiyyah (Beirut, 1971), sementara sumber pendukung berasal dari kitabkitab tafsir klasik dan karya akademik modern.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menurut Syekh „Abd al-Qādir
al-Jīlānī, pengendalian amarah merupakan proses spiritual yang berfokus
pada tiga sikap utama: menahan amarah (kaẓm al-ghaiẓ), memaafkan
kesalahan orang lain (al-„afw), dan berbuat baik (iḥsān). Melalui
penafsirannya atas QS. Āli „Imrān [3]: 134, QS. al-Syūrā [42]: 37, dan QS.
al-Aḥzāb [33]: 25, al-Jīlānī menegaskan bahwa amarah adalah fitrah manusia
yang dapat dikelola melalui kesabaran, ketundukan kepada Allah, dan
pengalihan kepada amal saleh. Pandangan ini selaras dengan teori psikologi
modern, khususnya model displacement, cognitive adjustment, dan coping,
serta diperkaya dengan dimensi spiritual berupa tazkiyat al-nafs (pensucian
jiwa). Dengan demikian, konsep pengendalian amarah menurut al-Jīlānī
relevan bagi kehidupan modern sebagai pedoman etis dan religius untuk
menjaga ketenangan pribadi, keharmonisan sosial, dan kedekatan dengan
Allah Swt.