Abstract:
Perkembangan teknologi digital melahirkan fenomena ghosting, yaitu
pemutusan komunikasi secara sepihak tanpa penjelasan. Tindakan ini tidak
hanya menimbulkan luka emosional, tetapi juga bertentangan dengan nilainilai Islam yang menekankan pentingnya menepati janji dan menjaga
persaudaraan. Walaupun istilah ghosting tidak ditemukan secara eksplisit
dalam al-Quran, maknanya dapat dipahami melalui konsep pengingkaran janji
serta larangan memutus silaturahmi. Dalam perspektif Islam, perilaku ini dapat
dikaitkan dengan konsep ingkar janji, memutus silaturahmi, dan merusak
ukhuwah. Al-Quran telah memberikan prinsip etika sosial melalui sejumlah
ayat, di antaranya Q.S. al-Naḥl ayat 91–92, Q.S. al-Baqarah ayat 27, dan Q.S.
al-Ḥujurāt ayat 10.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode tafsir tahlili
berbasis studi kepustakaan. Sumber utama adalah Tafsir Al-Misbah karya
Muhammad Quraish Shihab, khususnya penjelasan terhadap Q.S. Al-Nahl ayat
91–92 dan Q.S. Al-Baqarah ayat 27, dan Q.S. al-Hujurat atat 10. Sumber
pendukung literatur yang relevan mengenai ghosting dan metodologi tafsir.
Analisis dilakukan dengan teknik content analisis yang melibatkan kajian
makna bahasa, asbab nuzul, keterkaitan ayat, dan pemahaman makna secara
umum.
Menurut Penafsiran Muhammad Quraish Shihab dalam kitab Tafsir al-Misbah
menafsirkan fenomena ghosting melalui konsep tanqudhu (pembatalan janji)
dalam Q.S. Al-Nahl ayat 91–92, serta qath’u ar-rahim (pemutusan
silaturahmi) dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 27. Menurutnya, ghosting termasuk
bentuk pengingkaran komitmen yang melanggar prinsip menepati janji (bi‘ahd
Allah) dan merusak hubungan sosial. Metafora perempuan yang mengurai
benang digunakan untuk menggambarkan rapuhnya kepercayaan yang hancur
akibat ghosting. Adapun Q.S. al-Ḥujurāt ayat 10 menekankan prinsip
ukhuwah dan penyelesaian konflik melalui komunikasi yang sehat, sehingga
ghosting dinilai bertentangan dengan ajaran tersebut. Penafsiran Shihab memperlihatkan bahwa al-Quran mampu menjawab problematika sosial
kontemporer, termasuk ghosting. Janji dalam interaksi digital, meskipun tidak
formal, tetap mengandung dimensi moral dan spiritual. Ghosting tidak hanya
melukai individu tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan sosial yang lebih
luas. Dengan demikian, nilai ukhuwah, keterbukaan, dan tanggung jawab
sebagaimana ditegaskan al-Quran tetap relevan sebagai pedoman etika
komunikasi digital.