Abstract:
Gagasan yang berkembang di kalangan para ulama adalah bahwa
qasam haruslah berupa sesuatu yang agung (diagungkan). Gagasan inilah
yang mendorong para mufassir untuk mencarikan aspek keagungan (hikmah,
manfa’at dan keutamaan) dalam qasam yang digunakan dalam Al-Qur`an.
Melalui tafsirnya, Al-Qur`an al-Karîm Juz ‘Amma Muhammad
Abduh termasuk yang memegang erat gagasan di atas. Tujuan qasam adalah
mengungkapkan kemuliaan muqsam bih. Pemikiran inilah yang
direkonstruksi oleh Bintu as-Syâthi’ yang menawarkan alternatif baru bagi
makna qasam. Menurut Bintu as-Syâthi’ yang ditulis dalam tafsirnya Tafsir
al-Bayân li Al-Qur`an al-Karim, qasam harus dipahami sesuai dengan
ungkapannya yang berbeda-beda tersebut.
Skripsi ini berusaha menjelaskan penafsiran Muhammad Abduh dan
Bintu as-Syâthi’ tentang bagaimana keduanya menafsirkan ayat-ayat qasam
(surat ad-Dhuha dan al-‘Ashr). Penelitian ini bertujuan untuk kembali
menguatkan betapa pentingnya sumpah dalam kehidupan sehari-hari yang
kerapkali lalai dari fungsinya.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan jenis
penelitian kepustakaan (Library Research), metodenya adalah deskriptifanalitis.
Yakni, penulis berusaha menguraikan sisi keragaman penafsiran
mengenai qasam dan perangkatnya. Kemudian menjelaskan latar belakang
kehidupan Muhammad Abduh dan Bintu as-Syâthi’ dan seputar kitab tafsir
keduanya.
Dalam hal menafsirkan ayat-ayat qasam, baik Muhammad Abduh dan
Bintu as-Syâthi’ sama-sama tidak menghilangkan sisi keagungan dalam
makna qasam, namun perbedaannya hanya pada Bintu as-Syathi’ yang
merekonstruksi ulang makna qasam ke makna bayâni.