Abstract:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tren tahfiz Al-Qurʹan termasuk platform
daring yang menawarkan metode hafalan cepat. Meski menunjukkan semangat
religious, tren ini dapat menjadi masalah apabila tidak disertai dengan
selektifitas dalam memilih guru atau lembaga. dalam hal ini, sanad keilmuan
yang valid sangat penting sebagai penjamin orisinalitas bacaan Al-Qurʹan, agar
kemurniannya tetap terjaga secara utuh dan berkelanjutan. Oleh karena itu
penulis merasa penting untuk mengkaji living Qurʹan mengenai sanad tahfiz
Al-Qurʹan dengan memilih objek penelitian di pondok pesantren tahfiz.
Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji tentang tahfiz Al-Qurʹan di
Indonesia, namun penelitian ini berfokus pada “Tradisi Transmisi Sanad Tahfiz
Al-Qurʹan: Kajian Living Qurʹan di Pondok Tahfiz Misbahul Qurʹan”
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dan penelitian
lapangan (field research) dengan pendekatan fenomenologi. Sumber data
primer didapatkan dari arsip lembaga dan hasil wawancara dengan 5
narasumber yang memiliki otoritas untuk memberikan informasi terkait
penelitian. Penulis melakukan observasi lapangan, wawancara di tempat
penelitian dan melalui media online, serta mengambil dokumen-dokumen
yang menjadi arsip lembaga.
Hasil temuan penelitian ini adalah: Santri menghafal Al-Qurʹan riwayat
Ḥafṣ dari imam ‘Āṣim berdasarkan ṭarīq syāṭibiyah yang diterima dari jalur
KH. Arwani Amin Said. Proses pembelajaran mengggunakan sistem talaqqi
musyāfahah dengan metode al-'arḍ dimana santri membaca di hadapan guru
yang kemudian mengoreksi jika terjadi kesalahan. Penerapan metode ini
ditunjang dengan pelatihan di tahap awal/fase pra-tahfiz yakni pembelajaran
Al-Qurʹan menggunakan metode Yanbu’a dan talaqqi bi al-naẓar Al-Fatihah,
tasyahhud akhīr dan juz ‘Amma serta bi al-gaib juz ‘Amma untuk kualitas dan
stabilitas bacaan serta hafalan. Adapun fase kedua/fase ḥifẓ Al-Qurʹan yakni bi
al-naẓar khataman dan bi al-naẓar persiapan setoran hafalan, setoran hafalan/
ziadah bi al-gaib, takrir ustazah dan takrir pengasuh, murajaah serta ikhtibar.
Fase ketiga/Fase khatimat yaitu ujian memperdengarkan hafalan 30 juz sebanyak 4 kali ujian secara bertahap. Kemudian mengikuti haflah dan
menjalankan pengabdian “pengajaran” Al-Qurʹan. Ijazah diberikan dalam dua
bentuk: 1) sertifikat fisik bagi santri yang menyelesaikan seluruh tahapan
tahfiz. 2) pengakuan lisan tanpa bukti tertulis bagi yang belum berkesempatan
menyelesaikan seluruh tahap. Namun tetap mendapatkan ijazah pada ayat-ayat
yang telah di-musyāfahah-kan saja