Abstract:
Ada teori dalam falsafat yang mernandang bahwa, tujuan hidup utarna rnanusia adalah rnencari kesenangan ( Hedone )1 dan kenikrnatan duniawi, oleh karena itu setiap menghadapi persoalan yang perlu pemecahan, manusia cenderung memilih alternatif pemecahan yang dapat mendatangkan kesenangan dari pada kesulitan, kesukaran dan penderitaan.
Implikasi teori hedonisme ini, rnemandang adanya pemahaman bahwa semua manusia akan cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan atau yang mengandung resiko berat. Fenomena budaya hedonisme muncul semenjak manusia mengenal kehidupan rnateri sebagai salah satu rnotivasi tujuan hidupnya, hingga manusia memasuki dunia abad tekhnologi yang cenderung menggeser pola-pola kehidupan manusia yang sarat dengan tradisi kekakuan dan monoton, belum bisa ditinggalkan. Terlepas benar tidaknya teori di atas, realita kehidupan manusia seringkali mengarah ke hal-hal yang mewah dan menyenangkan, walaupun cara-cara yang ditempuh sering bertentangan dengan norma agama dan pranata sosial seperti masih banyaknya orang-orang yang menghalalkan riba dengan berbagai macam cara, seorang pegawai yang segan bekerja dan pemalas, pengetahuan dan keterampilan terbatas tetapi selalu menuntut gaji atau upah besar.
Kondisi di atas, dapat dijumpai pada kehidupan orang-orang yang mempunyai latar belakang tingkat pendidikan rendah dan ekonomi lemah, mgm makan enak, pakaian bagus dan perabot rumah lengkap tetapi malas berusaha. Tradisi-tradisi inilah yang menghancurkan manusia ke posisi kehidupan orang-orang miskin yang nota bene si miskin akan semakin miskin karena menciptakan budaya sendiri menjadi kebudayaan miskin.
